Setiap hari ketika sang penerjemah datang, sekitar pukul sepuluh pagi, saya bisa memprediksi dengan tepat sapaan apa yang akan ia ucapkan. "Hari ini cuaca cerah, ya?" katanya sambil melangkah masuk ke ruangan. Meskipun itu adalah sebuah kalimat tanya, rasanya seperti rutinitas yang terulang tanpa henti. Sapaannya yang selalu sama terkesan membatasi kreativitasnya.
Pada awalnya, saya berusaha untuk memberikan respon dan menjawab pertanyaannya. Namun seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa sang penerjemah mungkin tidak benar-benar tertarik dengan jawaban saya. Setelah mengucapkan kalimat itu, ia langsung fokus pada pekerjaannya tanpa memberikan ruang bagi interaksi lebih lanjut. Saya mulai merasakan bahwa sapaan tersebut hanyalah formalitas yang tidak membutuhkan tanggapan.
Terkadang, saya tidak bisa menahan diri untuk mempertanyakan kreativitas sang penerjemah. Setiap hari, ia mengulang-ulang kalimat yang sama. Apakah ia tidak mampu menemukan kata-kata yang lebih menarik atau variasi dalam sapaannya? Mengapa ia tidak pernah mencoba mengatakan sesuatu seperti, "Hari ini semangatmu begitu terlihat" atau kalimat lain dengan makna yang serupa? Seharusnya ia menyadari bahwa saya tidak begitu tertarik dengan kalimat-kalimat yang terdengar klise.
Setiap kali sang penerjemah tiba, ia dengan cepat melihat saya sedang membaca buku. Pada dasarnya, hal itu sudah menjadi sebuah jawaban yang jelas. Saya pasti tidak baru bangun tidur. Ketika ia datang, pintu sudah terbuka, lantai sudah bersih, dan buku-buku sudah tersusun rapi di rak. Tentu saja, itu adalah pekerjaan saya sendiri. Tidak ada orang lain yang akan melakukannya. Saya tidak memiliki cukup uang untuk menyewa pegawai kebersihan. Bahkan, membayar seorang pegawai untuk menjaga toko buku saja sudah cukup sulit. Namun, sang penerjemah selalu datang dengan sapaan yang basi dan mengganggu.
Saya seringkali berharap agar suatu hari nanti ia datang dengan sapaan yang berbeda. Saya berharap ia menyadari bahwa saya sudah selesai membaca satu buku ketika ia tiba. Saya ingin dia memahami bahwa sejak pagi saya sudah membersihkan lantai dan merapikan buku-buku di rak, meskipun saya belum sempat mandi. Namun, harapan-harapan itu tidak pernah terwujud. Hari ini dan besoknya, ia tetap menggunakan kalimat yang sama.
Pernah terpikir oleh saya untuk mandi lebih awal sebelum membersihkan ruangan perpustakaan dan toko buku. Namun, kemudian saya memutuskan untuk berpikir lain. Jika saya melakukannya, mungkin sang penerjemah akan berkata, "Hari ini kamu terlihat tidak biasa. Sudah mandi pagi, ya?" Itu akan lebih menyakitkan. Ah, biarlah dia menemukan jawabannya sendiri. Yang pasti, saya selalu bangun pagi—beberapa jam sebelum dia tiba.
Kreativitas jasa penerjemah terhambat oleh rutinitas sapaannya. Mungkin ia tidak menyadari atau mungkin ia melakukannya dengan sengaja. Namun, saya belajar untuk menerima pola komunikasinya yang khas. Walaupun terkadang terasa monoton atau kurang menarik untuk meresponsnya, saya belajar untuk melihat lebih dalam dan menghargai percakapan yang sebenarnya.